Selasa, 11 Juni 2013

Hipotiroid dan Hipertiroid



BAB I
PENDAHULUAN

I.               Latar Belakang
A.    Hipotiroid
      Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faali dasar yang perlu diingat kembali. Partama bahwa hormon yang aktif adalah free-hormon, bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free-  bukan free- , ketiga bahwa distribusi enzim deyonisasi I, II, III (DI, DII, DIII) di berbagai organ tubuh berbeda, di mana DI banyak ditemukan di hepar ,ginjal, dan tiroid, DII utamanya di otak, hipofisis, dan DIII hampir seluruhnya di temukan di jaringan fetal (otak, plasenta). Hanya DI yang diterima oleh PTU. Definisi lama bahwa hipotiroidisme disebabkan oleh faal tiroid berkurang sudah tidak tepat lagi. Kini dianut keadaan di mana efek hormon tiroid berkurang. (contoh pada defisiensi yodium tiroid justru bekarja keras). Secara klinis dikenal 1. Hipotiroid Sentral, karena kerusakan hipofisis/hipotalamus; 2. Hipotiroidisme Primer apabila yang rusak kelenjar tirod dan 3.karena sebab lain: sebab farmakologis, defisiensi yodium dan resistensi perifer. Yang paling banyak ditemukan ialah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya diagnosia ditegakkan berdasarkan ata TSH meningkat dan  turun.
B.     Hipertiroid
      Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjartiroid yang hiperaktif. Adapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan  dengan reseptor  -inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH atau TSH-like substances (TSI,TSAb), autonomi, instrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik.
      Sebaiknya pada destruktif kelenjar misalnya karena radang, inflanmasi, radiasi, akan terjadi kerusakan sel hingga hormin yang tersimpan ke folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini, tirotoksikosis tanpa hipotiroidisme, biasanya self-limiting desease.

II.               Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, penyebab, patofisiologi, gejala dan tanda, manifestasi klinis, pemeriksaan, serta pengobatan dari hipotiroid dan hipertiroid, sehingga mahasiswa dapat memahaminya dengan baik.
 
BAB II
PEMBAHASAN

I.              Hipotiroidisme

A.  Definisi
Hipotiroidisme merupakan kelainan yang disebabkan berkurangnya fungsi kelenjar tiroid. Hipotiroidisme lebih dominan pada wanita. Hipotiroidisme dibedakan menjadi hipotiroidisme klinis dan hipotiroidisme subklinis. Hipotiroidisme kilinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar  rendah , sedangkan pada hipotiroidisme subklinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar  normal, tanpa gejala atau dengan gejala sangat minimal. Hipotiroidisme merupakan kumpulan tanda dan gejala yang manifestasinya tergantung dari : a). usia pasien, b). cepat tidaknya hipotiroidisme terjadi, c). ada tidaknya kelainan lain.

B.   Penyebab
·         Hipotiroid primer
Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
·           Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
·         Hipotiroid tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine.

C.  Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormon tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormon tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompensasi dari kekurangan hormon. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormon tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormon tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (penurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami  arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
D.  Gejala dan Tanda
Tanda-tanda dan gejala-gejala hipotiroidisme mencakup keletihan, kelemahan, penurunan bising usus, penurunan nafsu makan, kenaikan BB, dan perubahan gambaran EKG. Koma miksedema merupakan menifestasi yang jarang pada hipotiroidisme, ditandai dengan depresi berat pada fungsi sensorium, hipotermia, hipoventilasi, hiponatremia, hiporefleksia, hipotensi, dan bradikardia. Pasien dengan koma miksedema tidak menggigil, meskipun dilaporkan suhu tubuh dapat mencapai 800F. Diagnosa koma miksedema tergantung pada pengenalan gejala-gejala klinis, dan identifikasi faktor pencetus yang mendasari. Faktor pencetus yang paling umum adalah infeksi paru; yang lain meliputi trauma, stress, infeksi, obat-obat seperti narkotik atau barbiturate, pembedahan dan gangguan metabolik. 

E.   Manifestasi Klinis
1.      Kulit dan rambut
  • Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
  • Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
  • Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk
  • Tidak tahan dingin
  • Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
2.      Muskuloskeletal
  • Volume otot bertambah, glossomegali
  • Kejang otot, kaku, paramitoni
  • Artralgia dan efusi sinovial
  • Osteoporosis
  • Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
  • Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
  • Kadar fosfatase alkali menurun
3.      Neurologik
  • Letargi dan mental menjadi lambat
  • Aliran darah otak menurun
  • Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang, penurunan reflek tendon)
  • Ataksia (serebelum terkena)
  • Gangguan saraf ( carfal tunnel)
  • Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
4.      Kardiorespiratorik
  • Bradikardi, disritmia, hipotensi
  • Curah jantung menurun, gagal jantung
  • Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
  • Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar/inverse
  • Penyakit jantung iskemic
  • Hipotensilasi
  • Efusi pleural
  • Dispnea
5.      Gastrointestinal
  • Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
  • Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
  • Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
6.      Renalis
  • Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
  • Retensi air (volume plasma berkurang)
  • Hipokalsemia
7.      Hematologi
  • Anemia normokrom normositik
  • Anemia mikrositik/makrositik
  • Gangguan koagulasi ringan
8.      Sistem endokrin
  • Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi
  • Gangguan fertilitas
  • Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat hipoglikemi
  • Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
  • Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
  • Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak
9.      Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, ekspresi wajah kosong dan lemah.

F.        Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium yang didapatkan pada pasien hipotiroidisme didapatkan hasil sebagai berikut:
1.      Kegagalan hipofisis : respon TSH terhadap TRH mendatar
2.      Penyakit hipotalamus : TSH dan TRH meningkat
  • Titer autoantibody tiroid tinggi pada > 80% kasus
  • Peningkatan kolesterol
  • Pembesaran jantung pada sinar X dada
  • EKG menunjukkan sinus bradikardi, rendahnya voltase kompleks QRS& gelombang T datar atau inversi  (Haznam, M.W, 1991: 152)
G.      Pengobatan
Hipotiroidisme yang perlu diperhatikan ialah a). dosis awal, b). cara menaikkan dosis tiroksi. Tujuan pengobatan hipotiroidisme ialah: 1). Meringankan keluhan dan gejala, 2). Menormalkan TSH, 3). Menormalkan metabolism, 4). Membuat T3 dan T4 normal, 5). Menghindarkan komplikasi risiko. Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan subtitusi.: a). makin berat hipotiroidisme, makin rendah dan dosis awal dan makin landai peningkatan dosis, b). geriatri dengan dengan angina prektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.
Prinsip subtitusi ialah mengganti kekurangan produksi hormon tiroid endogen pasien. Indikator kecukupan optimal sel adalah kadar TSH normal. Dosis supresi tidak dianjurkan, sebab ada resiko gangguan jantung dan densitas mineral. Tersedia L-tiroksin (T4), L-tirodotironin (T3), maupun pulvus tiroid. Pulvus tidak digunakan lagi karena efeknya sulit diramalkan. T3 tidak digunakan sebagai subtitusi karena waktu paruhnya pendek hingga perlu diberikan beberapa kali sehari. Obat oral terbaik adalah T4. Akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kombinasi pengobatan T4 dengan T3 (50 ug T4 diganti 12,5 ug T3) memperbaiki mood dan faal neuropsikologis.
Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama bahan lain yang menggangu serapan dari usus. Dosis rerata subtitusi L-T4 ialah 112 ug/hari atau 1,6 ug/kg BB atau 100-125 mg sehari. Untuk  L-T3 25-50. Kadar TSH 20 uU/ml butuh 50-75 tiroksin sehari, TSH 44-75 uU/ml butuh 100-150 ug. Sebagian besar kasus butuhkan 100-200 ug L-T4 sehari.



II.          Hipertiroidisme

A.       Definisi
Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan  metabolik  yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan, yaitu akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin (T3).
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negative HT terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negative dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah tirotoksikosis karena penyakit Graves yaitu kira-kira 70%, sisanya karena gondok goiter multinoduler toksik dan adenoma toksik.  Penyakit multi nodular goiter yaitu keadaan di mana wujud nodul pada tiroid dan berfungsi sama ada secara aktif, normal atau tidak aktif langsung. Adenoma toksik yaitu wujud satu nodul saja pada tiroid tetapi nodul itu aktif dan mengeluarkan hormone berlebih.Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada goiter multinoduler toksik ada hubungannya dengan autonomi tiroid itu sendiri. Ada pula hipertiroidisme sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari pituaria, namun ini yang jarang ditemukan.
Dari daftar di atas titoksikosis didominasi oleh morbus Graves, Struma multinoduler toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch). Sebab lain amat jarang ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari. Rokok ternyata merupakan factor risiko Graves pada wanita tetapi tetapi tidak pada pria.

B.       Patofisiologi
Tiroid hiperaktif (hipertiroidisme) terjadi karena produksi hormon tiroid yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien, hipertiroidisme terjadi akibat adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon tiroid yang berlebihan, tetapi juga ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Penyebab adanya antibodi tersebut belum diketahui, mungkin ada kaitannya dengan faktor keturunan. Produksi hormon tiroid yang berlebihan terjadi dengan sendirinya tanpa kendali dari TSH. Jenis hipertiroidisme ini disebut penyakit Graves.
Pada penyakit Graves terdapat 2 kelompok gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormone tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan, manifestasi ektratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit local yang biasanya pada tungkai bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast, dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmoa, okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstra ocular.
Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini hipertiroidisme timbul secara lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves. Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan BB, lemah, dan pengecilan otot. Penderita goiter nodular toksik memperlihatkan tanda-tanda mata melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang akibat aktivitas simpatis yang berlebihan.
Penderita hipertiroidisme berat dapat mengalami krisis atau badai tiroid yang bias membahayakan kehidupan. Apabila terdapat manifestasi klinis hipertiroidisme, maka tes laboratorium akan menunjukkan pengambilan resin triyodotironin/T3 dan tiroksin serum yang tinggi, serta kadar TSH serum rendah. Selain itu TSH tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan oleh TRH, suatu tiroid releasing hormone dari hipotalamus.
C.    Gejala dan Tanda
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves
Sistem
Gejala dan Tanda
Sistem
Gejala dan Tanda
Umum
Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat, youth-fullnes
Psikis dan saraf
Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodic dispneu, hipertensi, aritmia, palpitasi
Gastrointestinal
Hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali
Jantung
Gagal jantung, limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar
Muskular
Rasa lemah
Darah dan limfatik Skelet
Osteoporosis, epifisis, cepat menutup dan nyeri tulang
Genitourinaria
Oligomenorea, amenorea. Libido turun, infertile, ginekomasti,


Kulit
Rambur rontok, berkeringat, rambut basah, silky hair dan onikolisis



D.    Manifestasi Klinis
1.      Gangguan kardiopulmoner seperti:
  •  Berdebar-debar
  •  Hipertensi sistolik
  •  Tekanan nadi meningkat
  •  Kadang-kadang disertai sesak nafas
  1. Gangguan gastrointestinal
  • Selera makan semakin bertambah
  • Berat badan mulai menurun
  • Kerap buang air besar/diare
  • Malabsorpsi
  • Sering berpeluh/berkeringat karena metabolisme meningkat
  1. Gangguan saraf dan neuromuskular oleh kelebihan tiroksin
  • Emosi labil
  • Rasa gelisah
  • Susah tidur
  • Hiperkinetik (banyak bergerak)
  • Lumpuh kaki, terutama di kalangan laki-laki.
  • Penglihatan terjejas karena saraf mata tertekan
  • Menggeletar jari tangan
  • Mata melotot/bola mata menonjol terjadi akibat pembengkakan otot dan jaringan lemak di sekitar mata.
  1. Kelainan kulit
  • Biasanya kulit menjadi hangat, lembab dan terdapat hiperpigmentasi
  • Kelainan pada jari tangan dan kulit pada depan betis
  1. Gangguan tulang, sering ditemukan fraktur terutama pada pasien lansia oleh karena reabsorpsi kalsium usus menurun dan resorpsi tulang meningkat.
  2. Gangguan sistem reproduksi
Sering ditemukan menstruasi tidak teratur, infertilitas akan tetapi setelah hipertiroidisme terkendali lagi sistem reproduksi bisa kembali normal.
E.     Pemeriksaan
      Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik . Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban pulih. Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmometer Herthl. Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada semua organ kita.
      Pada kelompok usia lanjut gejala dan tanda-tanda tidak sejelas pada usia muda, tetapi dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbadaan ini antara lain dalam hal : a). Berat badan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik ); b). Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit perut : c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiaritmia; d). Lebih jarang dijumpai takikardia ( 40%); e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada; f). Bukannya gelisah atau justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidism dan apathetic form).


F.     Pengobatan
  Prinsip pengobatan pada hipertiroid tergantung dari etiologi a). tirotoksikosis, b). usia pasien, riwayat alamiah penyakit, c). tersedianya modalitas pengobatan, d). situasi pasien, e).resiko pengobatan, dsb.
      Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormone tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat anti tiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.      Obat Anti Tiroid (OAT)
Indikasi pemberian OAT adalah :
·         Sebagai terapi yang bertujuan untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien-pasien muda dari struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis
·         Sebagai obat tirotoksikosis pada fase sebelum pengobtan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif
·         Sebagai persiapan untuk tiroidektomi
·         Untuk pengobatan pasien hamil dan lanjut umur
·         Pasien dengan krisis tiroid

Obat Anti Tiroid yang Sering Digunakan
Obat
Dosis Awal (mg/hari)
Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltiourasil
300-600
50-200

      Perbaikan klinis pasien hipertiroid dengan menggunakan OAT tergantung pada jumlah hormon tiroid yang tersimpan kelenjar. Lamanya pemberian OAT umumnya sekitar 18-24 bulan. Efek  samping OAT ditemukan sebanyak 1,5-4 % dari jumlah pasien, barupa hipesensitif dan agranulositosis.

2.      Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah ;
·         Pasien umur 35 tahun atau lebih
·         Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi
·         Gagal mencapai remisi sesudah pemberian OAT
·         Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT
·         Adenoma toksik, goiter multinoduler toksik
      Pada pengobatan ini kemungkinan terjadi hipotiroidisme besar sekali. Digunakan Y131 dengan dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis dalam 3 bulan, namun kira-kira 1/3 dari jumlah pasien menjadi hipotiroid dalam tahun pertama. Efek samping dari pengobatan ini adalah hipotiroidisme, eksaserbasi, hipertiroidisme dan tiroiditis.

3.      Operasi
Indikasi operasi adalah :
·         Pasien umur muda dengan stauma yang besar serta tidak mempan dengan OAT
·         Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis besar.
·         Alergi terhadap OAT, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
·         Adenoma toksik atau strauma multinoduler toksik
·         Pada penyakir Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
      Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau resudif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa resiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi.
BAB III
PENUTUP

I.            Kesimpulan
Hipotiroid dan Hipertiroid adalah suatu kelainan pada kelenjar tiroid yang di sebabkan oleh beberapa faktor. Hipotiroid terjadi karena kelainan yang disebabkan berkurangnya fungsi kelenjar tiroid. sedangkan hipertiroidisme suatu ketidakseimbangan  metabolik  yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. Pada hipotiroid penyakit yang dapat terjadi yaitu kretinisme, sedangkan pada hipertiroid yaitu penyakit Graves,.
Prisip pengobatan pada hipotiroid yang perlu diperhatikan ialah a). dosis awal, b). cara menaikkan dosis tiroksi. Tujuan pengobatan hipotiroidisme ialah: 1). Meringankan keluhan dan gejala, 2). Menormalkan TSH, 3). Menormalkan metabolism, 4). Membuat T3 dan T4 normal, 5). Menghindarkan komplikasi risiko. Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan subtitusi. Sedangkan prinsip pengobatan pada hipertiroid tergantung dari etiologi a). tirotoksikosis, b). usia pasien, riwayat alamiah penyakit, c). tersedianya modalitas pengobatan, d). situasi pasien, e).resiko pengobatan, dsb.
II.            Saran
Agar pembaca sadar bahwa Hipotiroid dan Hipertiroid berbahaya bagi kesehatan manusia karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka  tanda kliniknya ditemukan pada semua organ kita. Sehingga pembaca lebih memperhatikan kesehatan tubuh.








DAFTAR PUSTAKA
Ranakusuma, A. B. 1992. Buku Ajar Praktis Metabolik Endokrinologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Price, S,A; Wilson, L,M. 1993. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Klinis Penyakit, Bagian 2. Jakarta: EGC.
Barbara, C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Bandung: Yayasan Ikatan Allumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Corwin, E,J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Healthy Enthusiast. 2012. Hipertiroid, Hipotiroid. http://www.HealthyEnthusiast.com (Diakses tanggal 11 Maret 2013).
Sudoyo Aru W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
M.W. Haznam. 1991. Endokrinologi. Bandung: Penerbit Angkasa Offset Merdeka.